Friday, July 13, 2012

Muchas Gracias, Supeltas!

"Muchas Gracias" adalah ucapan yang biasa digunakan untuk berterima kasih dalam Bahasa Spanyol, sama artinya dengan "Thank You So Much" dalam Bahasa Inggris atau "Terima Kasih Banyak" dalam Bahasa Indonesia.

Saya sebagai warga kota Solo sangat berterima kasih dengan keberadaan Supeltas. Mereka biasa memakai rompi hijau menyala, membawa peluit, dan mengatur lalu lintas, tetapi mereka bukanlah Polisi. Lalu siapakah Supeltas? Kepanjangan dari Supeltas adalah Sukarelawan Pengatur Lalu Lintas. Sudah jelas apa tugas dari Supeltas, yaitu sebagai sukarelawan yang mengatur lalu lintas di beberapa ruas jalan tanpa rambu maupun lampu lalu lintas, dimana pada titik tersebut biasa terjadi kemacetan bahkan kecelakaan. Seperti yang sering dijumpai di daerah perempatan Coyudan, bundaran Baron, bundaran Purwosari, Lawang Gapit sebelah barat, dan masih banyak lagi.
Tidak bisa dipungkiri, Supeltas memang sebuah evolusi dari  Pak Ogah atau Polisi Cepek yang dibina oleh kepolisian. Tugas mereka pun juga membantu Polantas. Tetapi apa yang terjadi? Menurut saya kinerja Supeltas malah lebih nyata, lebih hebat mengalahkan para Polisi yang sebenarnya. Pihak kepolisian sudah seharusnya merasa malu. Yang saya lihat berdasarkan apa yang terjadi di sekitar, ada oknum-oknum Polantas (Polisi Lalu Lintas) yang seringkali hanya duduk manis di pos perempatan jalan raya sembari memantau jalanan untuk mencari-cari kesalahan dari para pengguna jalan, lalu secara halus memalak dengan dalih memberikan tilang. Memang, menertibkan pengguna jalan merupakan salah satu tugas mereka, sayangnya banyak oknum Polantas yang menerapkan praktek "damai di tempat", membebaskan si pengguna jalan yang kena tilang namun diharuskan membayar denda, lebih tepatnya saya sebut "uang damai" yang akhirnya masuk ke kantong Polisi itu sendiri. Berbeda dengan para Supeltas yang dengan sukarela turun berpanas-panas di jalanan hingga berpeluh. Bekerja secara ikhlas tanpa perlu meminta-minta dan hanya menerima uang sukarela sebagai tanda terima kasih dari para pengguna jalan. Mereka juga murah senyum dan rendah hati ketika mengatur lalu lintas.
Ke depannya, saya berharap keberadaan Supeltas di kota Solo ini mendapat perhatian lebih dari pemerintah atau dari pihak manapun. Syukur-syukur juga diberi penghargaan khusus atas jasa mereka sebagai sukarelawan pengatur lalu lintas. Muchas gracias, Supeltas!

Friday, May 4, 2012

Anarki Salah Kaprah

Tentu kalian pernah bahkan sering mendengar istilah "anarki" di berbagai media seperti televisi, surat kabar, majalah, radio, dan sebagainya. Anarki selalu diartikan sebagai kekerasan (violence/vandalism) terhadap suatu hal. Padahal, secara etimologi, kata anarki adalah sebuah kata serapan dari anarchy (Bahasa Inggris), anarchie (Belanda, Jerman, Perancis), dan anarchos/anarchia (Yunani). Ini merupakan kata bentukan a (tidak/tanpa/nihil) yang disisipi n dengan archos/archia (pemerintah/kekuasaan). Anarchos/anarchia = tanpa pemerintahan. Kata anarkis (anarchist) berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki. Sedangkan anarkisme merupakan sebuah paham/ajaran/ideologi. Hakikat anarki secara garis besar antara lain :
1. Anarki adalah perindu kebebasan martabat individu dan menolak segala bentuk penindasan. Jika penindas itu kebetulan pemerintah, ia memilih masyarakat tanpa pemerintah. Jadi, anarki sejatinya merupakan bumi utopis yang dihuni individu-individu yang tidak mau memiliki pemerintahan dan menikmati kebebasan mutlak.
2. Konsekuensi butir pertama adalah, anarki lalu antihirarki. Sebab hirarki selalu berupa struktur organisasi dengan otoritas yang mendasari cara penguasaan yang menindas. Bukannya hirarki yang jadi target perlawanan, melainkan penindasan yang menjadi karakter dalam otoritas hirarki tersebut.
3. Anarkisme adalah paham hidup yang mencita-citakan sebuah kaum tanpa hirarki secara sospolekbud yang bisa hidup berdampingan secara damai dengan semua kaum lain dalam suatu sistem sosial. Ia memberi nilai tambah, sebab memaksimalkan kebebasan individual dan kesetaraan antar individu berdasarkan kerjasama sukarela antarindividu atau grup dalam masyarakat.
4. Tiga butir di atas adalah konsekuensi logis mereaksi fakta sejarah yang telah membuktikan, kemerdekaan tanpa persamaan cuma berarti kemerdekaan para penguasa, dan persamaan tanpa kemerdekaan cuma berarti perbudakan.
Sedangkan pengertian "anarki adalah kekerasan" sudah mengakar sampai ke berbagai elemen masyarakat Indonesia. Orang awam jika ditanya apa itu anarki pasti langsung mangartikannya sebagai kekerasan. Entah kapan pengertian tersebut dimulai. Entah siapa yang pertama kali membodohi publik dengan pengertian tersebut. Yang tercantum di atas hanya beberapa pengertian yang mendasar tentang anarki. Seiring dengan perkembangan, banyak sekali varian paham-paham tentang anarki. Jika kita mau mempelajarinya, kita bisa mencari buku-buku yang mengulas tentang paham-paham anarkisme dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, atau menelusur melalui internet yang saat ini sudah hampir semua orang mampu mengaksesnya.

Thursday, May 3, 2012

Filosofi Kecoa

Kita semua pasti tahu tentang salah satu hewan yang menjijikkan ini. Kecoa biasa kita jumpai hampir setiap hari, dimana saja kita berada. Di kamar mandi, sudut dapur, selokan, bahkan hewan ini suka nyasar dan kadang terbang memasuki kamar tempat kita tidur. Tetapi pada umumnya, kecoa hidup di tempat yang kotor, tersembunyi, dan susah dijangkau. Dengan bentuknya yang menjijikkan, kecoa mampu membuat sebagian besar orang merinding jika melihat apalagi sampai menyentuh baik sengaja ataupun tidak, bahkan ada orang yang sampai memiliki ketakutan secara berlebihan atau phobia terhadap hewan ini. Sehingga, kecoa menjadi salah satu hewan yang dijauhi dan dibenci umat manusia.
Dari semua ciri-ciri kecoa yang mayoritas negatif tadi, saya akan mengambil sebagian kecil sisi positif dari hewan yang dibenci manusia ini. Kita semua pasti sering terganggu dengan keberadaan kecoa. Pernahkah kalian melihat hewan ini dalam posisi terbalik/terjungkal? Pasti pernah, dalam posisi seperti ini, kecoa pasti akan berusaha dengan sangat amat keras untuk kembali membalikkan tubuhnya ke posisi normal agar mampu berjalan atau terbang seperti sedia kala. Bahkan saking jijiknya, ketika hendak mengusir, kita biasanya langsung mencoba untuk membunuhnya. Apa yang kita lakukan untuk mengusir kecoa selalu berlangsung secara tragis, entah menyemprotnya dengan racun serangga atau langsung menebasnya dengan suatu benda bahkan menginjaknya hingga gepeng dan hancur.
Berdasarkan pengamatan bodoh saya tentang berbagai macam sifat kecoa, saya langsung menghubungkan hal-hal tersebut dengan karakteristik kita sebagai umat manusia. Kecoa tidak pernah mempunyai niat untuk mengganggu manusia, mereka hanya menjalani hidup mereka sewajarnya. Begitu pula manusia, kadang kala apa saja yang kita lakukan, baik maupun buruk, sengaja maupun tidak, tanpa kita sadari mungkin ada orang lain yang tidak menyukainya, hingga mungkin membenci kita, bahkan menghancurkan kita. Masalah, beban, resiko, halangan, dan rintangan telah menjadi pendamping setia dalam kehidupan.
Kita boleh saja dibenci, kita boleh saja down, kita boleh saja mengalami depresi, kita boleh saja terjungkal dan terhempas keras. Tetapi, apakah semua hal tersebut kita diamkan begitu saja? Tidak! Kita harus meniru apa yang dilakukan oleh kecoa ketika mereka terbalik/terjungkal, mereka selalu berusaha keras untuk mencoba bangkit kembali, meskipun memiliki resiko yang menakutkan, yaitu kematian. Jika kita hanya diam dan tak mampu berjuang, semestinya kita malu terhadap makhluk yang selama ini kita anggap menjijikkan tersebut.