Sunday, December 1, 2013

Bahagia Itu Apa?

Pada suatu dini hari saat jam kerja shift malam sampai pagi di tempat saya bekerja, terjadilah sebuah obrolan yang kami rasa lebih berat daripada biasanya. Sembari bekerja seperti bagaimana mestinya, kami satu ruangan membicarakan secara kompleks tentang sebuah kata, yaitu bahagia. Bermula dari sebuah status facebook yang menyatakan sebuah pendapat tentang bahagia tersebut, saya dan teman-teman secara bergantian juga saling mengeluarkan statement tentang apa dan bagaimana bahagia itu. Ternyata dari satu buah kata, didapatlah banyak definisi yang berbeda dari masing-masing kepala.

Bahagia Itu Pilihan
Pernyataan tersebut yang pertama kali memicu kami untuk memperbincangkan satu kata bahagia tersebut. Rekan kerja satu ruangan saya lah yang memulainya. Ia mempersoalkan tentang status facebook kakaknya yang mengatakan bahwa bahagia itu pilihan. "Menurutmu, bagaimana maksud dari bahagia itu pilihan? Pilihan yang bagaimana?" Menurut saya tentang bahagia sebagai pilihan yaitu, bahagia menjadi suatu pilihan utama. Secara gampangnya, jika kita bisa berbahagia mengapa harus memilih untuk bersedih? Sebuah sikap yang bisa diambil atau lebih tepatnya dipilih dalam menghadapi suatu permasalahan. Itulah pilihan. Teman kami lainnya juga meng-iya-kan apa yang saya utarakan tersebut, dia juga sependapat.

Bahagia Itu Hak dan Kewajiban
Setelah teman saya berpendapat tentang bahagia adalah pilihan, giliran saya ditantang untuk menyampaikan pendapat versi saya tentang bahagia. Menurut saya, bahagia adalah hak dan kewajiban. Mereka bertanya, "Kok bisa?" Segera saya jelaskan. Bahagia sebagai hak, adalah ketika kita selesai melakukan sesuatu lalu mendapatkan apa yang kita harapkan, atau sesuatu yang memang pantas kita dapatkan. Seperti kita bekerja dan di akhir bulan mendapat gaji. Bahagia kan? Seperti itulah bagahia sebagai hak. Sedangkan bahagia sebagai kewajiban, adalah hampir seperti yang saya jelaskan tentang 'bahagia itu pilihan'. Namun, bahagia sebagai kewajiban di sini lebih dari sekedar pilihan. Dalam keadaan apapun, usahakan kita selalu berbahagia, diwajibkan untuk bahagia.

Bahagia Itu Lebih dari Senang
Survey tentang apa itu bahagia masih berlanjut. Kali ini giliran teman kami seruangan lainnya yang harus berpendapat. Menurutnya, bahagia itu lebih dari senang. Sebuah perasaan yang menyenangkan tetapi lebih dari sekedar senang. Atau, perasaan senang dengan level yang lebih tinggi. Tak perlu diperjelas, sepertinya begitu saja sudah cukup untuk mendefinisikannya.

Bahagia Itu Pencapaian
Beberapa pendapat tentang bahagia sudah didapat dari beberapa teman. Gantian teman kami yang memulai topik pembicaraan tadi juga ikut berpendapat. Versi dia, bahagia itu pencapaian. Pencapaian diartikan seperti sebuah titik akhir dalam suatu perjuangan. Bisa pula disebut sebagai tujuan akhir. Apapun yang kita lakukan, sebisa mungkin harus mencapai sebuah titik yang dinamakan bahagia tersebut.

Definisi-definisi tentang bahagia di atas hanyalah segelintir contoh yang diambil dari orang-orang sekitar saya, tepatnya di tempat saya bekerja. Masih ada banyak definisi bahagia menurut masing-masing personal di luar sana. Seperti ungkapan bahagia itu sederhana yang marak diucapkan di media sosial, mengisyaratkan bahwa sumber kebahagiaan bisa muncul dari hal-hal yang sederhana. Seperti berkumpul dengan orang-orang terkasih, makan berkecukupan, intinya berterima kasih dengan keadaan bahagia atas segala berkat yang dilimpahkan. Ada lagi, masih dari teman-teman sepekerjaan saya tetapi dari bagian lain, ada yang mengatakan bahagia itu senang dan bahagia itu nyaman. Yang menurut saya pengertian tersebut masih kurang luas, lebih ke sinonim dan merupakan bagian dari bahagia tersebut. Tetapi itu tak masalah, pengertian tersebut pun tak salah. Dari sebuah kata, mampu melahirkan pendapat-pendapat yang subyektif sekaligus obyektif. Tiap orang memiliki persepsi sendiri-sendiri tentang bahagia, dan akan layak diperbincangkan meskipun pada akhirnya tidak ada hal yang patut disalahkan maupun diperdebatkan. Memunculkan pertanyaan-pertanyaan seperti, "Bagaimana maksudnya? Kok bisa?" Namun setelah dijabarkan, orang-orang yang bertanya tersebut akan menganggukkan kepala untuk menyetujuinya. Jadi, apa bahagia menurutmu?

Monday, October 28, 2013

I Had Several Wasted Years, But Not A Wasted Life

Orang bilang, jika kita terjatuh kita akan tahu cara untuk bangkit kembali dan tak akan jatuh lagi. Memang benar adanya bahwa hidup tak dapat diprediksi. Namun, hidup bukan angin lalu dan sekedar aliran air dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Ada pelajaran yang mampu dipetik di setiap langkah yang kita ambil. Moment yang sudah berlalu dapat kita jadikan pemantik untuk menyalakan semangat kehidupan yang akan datang di hadapan kita. Di sini, saya akan berbagi cerita tentang kehidupan yang saya lalui, sampai pada detik ketika saya menulis rangkaian kata di halaman ini. Tentang pahit manis yang saya rasakan, beserta turunan dan tanjakan yang saya lewati. Bukanlah untaian kata-kata emas yang menginspirasi, hanya berbagi cerita tentang bagaimana cara bersyukur dan berterima kasih atas segala nikmat yang kita miliki.

Era Putih Abu-Abu
Berawal pada penghujung masa sekolah menengah atas. Ketika saya mulai merasa sedang berada pada titik jenuh menjalani pendidikan di bangku sekolah. Rasanya malas bukan main, malam yang kurang tidur, harus bangun pagi, belajar di sekolah, menghadapi guru dan peraturan yang membuat saya muak saat itu. Berbanding seratus delapan puluh derajat dengan pendidikan saya sepanjang taman kanak-kanak, sekolah dasar, hingga sekolah menengah pertama. Sebuah keadaan yang selalu dapat dibanggakan oleh kedua orang tua saya khususnya, selain posisi saya yang selalu menempuh pendidikan di sekolah-sekolah favorit sejak kecil. Selama masa kejayaan itu, saya selalu berada pada jajaran ranking 10 besar. Menginjak sekolah menengah atas, perlahan mulai menurun. Sampai pada titik paling rendah yaitu saat kelas 3 SMA. Sering bolos, mengerjakan pekerjaan rumah di sekolah yang bahkan tak jarang tidak saya kerjakan sama sekali, malas mencatat pelajaran, buku-buku materi pun mulus tak pernah saya sentuh. Imbasnya ranking saya pernah anjlok sampai ke nomor dua terendah dalam satu kelas. Di luar pendidikan, saya dan teman-teman memiliki kegiatan dalam bidang musik. Membentuk sebuah band  bersama teman-teman nongkrong sejak pertengahan kelas 2 SMA yang sedang gencar-gencarnya berlatih, rekaman, dan manggung kesana kemari. Aktivitas bermusik tersebut kadang kala mengharuskan saya untuk bolos tanpa alasan atau ijin dengan alasan bermacam-macam dari sekolah. Hobi begadang kala itu menyebabkan sebuah kebiasaan membolos ke rumah teman dan melanjutkan tidur di sana. Beruntung, saya masih berkesempatan mengikuti Ujian Akhir Nasional yang menentukan nasib tamat atau tidaknya pendidikan saya di SMA. Dengan berbagai cara dan usaha semampunya, akhirnya saya pun lulus dengan hasil yang cukup memuaskan di tahun 2008.

Bangku Kuliah dan Tahun-Tahun yang Terbuang
Berlanjut pada tahap selanjutnya untuk meneruskan pendidikan. Kedua orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya hingga perguruan tinggi, ditambah banyak dari teman-teman yang juga ikut mendaftar perguruan tinggi, akhirnya saya pun ikut mendaftar untuk mengikuti Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Satu-satunya perguruan tinggi negeri di Surakarta lah tempat tujuan saya saat itu. Kebetulan jurusan yang saya pilih sangat banyak memiliki peminat, sehingga kesempatan untuk lulus dan masuk ke jurusan tersebut lumayan sulit. Ada dua pilihan jurusan yang diharuskan untuk diambil, pertama saya memilih Ilmu Komunikasi dan yang kedua Sastra Inggris. Dengan kecewa, saya pun tak lulus. Gagal dengan tingkat S1, sebenarnya masih terbuka kesempatan untuk mendaftar tingkat D3. Sayang sekali kemalasan yang luar biasa dan naluri hidup bebas dalam diri membujuk untuk tidak mengambil kesempatan tersebut. Akhirnya, selama pertengahan tahun 2008 sampai pertengahan 2009 saya menjadi seorang pengangguran. Lulusan SMA yang hanya bisa keluyuran tak jelas, begadang dan berfoya-foya, siang jadi malam dan malam jadi siang, sibuk dengan nongkrong dan main band, hanya memikirkan kesenangan, dan menghabiskan uang orang tua.
Merasa menjadi orang yang tak berguna, tergeraklah hati saya untuk kembali mendaftar SNMPTN di tahun ajaran berikutnya. Kesempatan hadir kembali, saya mengambil target jurusan yang berbeda dengan sebelumnya. Ketertarikan saya dalam bidang bahasa mendorong saya untuk kembali memilih Satra Inggris, namun jurusan tersebut kali ini berada pada pilihan pertama. Sedangkan yang kedua Sastra Indonesia. Hasilnya menggembirakan, akhirnya saya lulus SNMPTN meski jurusan yang ada di pilihan kedua lah yang menjadi garis finish dari hasil tes memasuki perguruan tinggi tersebut. Walaupun demikian, satu yang menjadi catatan saya sampai saat ini tentang sistem pendidikan di negara kita, khususnya dalam hal ini adalah soal seleksi memasuki perguruan tinggi adalah, setiap orang memiliki tujuan (jurusan) dan kemampuan dasar yang berbeda-beda tetapi diharuskan menjalani tes yang sama. Ibarat menyuruh ikan, gajah, monyet, dan burung untuk memanjat sebuah pohon secara bersama-sama. Sayang beribu sayang, kiprah saya di era perkuliahan ini juga tidak mulus seperti yang diharapkan. Sifat malas dan seenaknya sendiri seperti beberapa tahun yang lalu sebelum kuliah masih terbawa. Aktivitas bermusik, nongkrong, begadang, pulang pagi, dan berfoya-foya masih saya tekuni. Banyak tugas dari dosen yang tak terselesaikan. Bolos-membolos kembali terulang. Hasilnya indeks prestasi saya di semester pertama saat itu hanya berada pada angka 0,91 dari angka maksimal 4. Berlanjut lagi sampai semester-semester berikutnya, masih akrab dengan indeks prestasi rendah saya yang tidak pernah menjangkau angka 2. Banyak mata kuliah yang harus diulang. Sangat tak berprestasi. Kalau seperti ini terus-menerus, gelar sarjana akan sulit untuk direngkuh. Harus menunggu belasan semester yang pastinya menghabiskan waktu bertahun-tahun, bahkan bisa terancam drop-out.
Ujungnya, pada pertengahan tahun 2012, saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari perkuliahan. Saya mencoba memberanikan diri untuk berbicara enam mata dengan kedua orang tua saya, dengan rasa takut akan kemarahan besar mereka nantinya. Tapi, saya terlalu beruntung mempunyai kedua orang tua seperti bapak dan ibu saya. Mereka sama sekali tak marah mendengar keluhan dari anaknya. Saat itu, dengan usia yang bisa dibilang cukup dewasa, saya merasa hidup saya cuma bisa membebani orang tua. Meski beliau menuturkan bahwa masih bisa membiayai saya, anak sulung yang selalu dibangga-banggakan namun hanya mempu membalas dengan mengecewakan. Keputusan yang saya ambil terhitung kontroversial. tak sedikit yang tercengang dan menyayangkan keputusan saya tersebut. Tiga tahun berkuliah tanpa menghasilkan apa-apa. Saya pun bukan tanpa dosa setelah mengambil langkah tersebut. Penyesalan tak terhingga dan rasa bersalah yang luar biasa terus menghantui. Andai saja waktu bisa diulang. Saya masih ingat kata-kata ibu terhadap saya yang selalu diucapkan berulang-ulang, "Penyakit malas itu mbok ya dibuang jauh-jauh." Juga kata salah seorang teman, "Kamu itu sebenarnya pintar, cuma malas." Kalimat-Kalimat tersebutlah yang sampai sekarang selalu mendorong saya untuk menjadi lebih baik dan lebih baik lagi.

Get A Job, Get A Life
Kembali menganggur dan memutuskan untuk bekerja. Berbekal ijazah SMA dan jaringan pertemanan yang dipunyai, saya ikut bekerja bersama sebagian teman-teman nongkrong dan bermusik yang bekerja di sebuah rumah karaoke, melakoni pekerjaan sebagai operator dan maintenance service. Dari bekerja, apalagi dengan low-paid-job dan jadwal yang menekan, saya bisa belajar menghargai jerih payah yang ternyata susah untuk didapat. Sayangnya, saya masih saja akrab dengan dunia malam dan foya-foya yang juga menjadi bagian dari lingkungan kerja tersebut. Bukan ini yang saya cari, saya butuh pekerjaan jangka panjang untuk modal masa depan. Mengundurkan diri dari pekerjaan, saya masih punya cadangan amunisi pekerjaan. Saya kembali melemparkan lamaran ke beberapa perusahaan. Untuk ke sekian kalinya, keberuntungan senantiasa berpihak. Lamaran di perusahaan (pabrik) yang cukup ternama tempat ayah saya bekerja hingga pensiun, diterima. Saya ditempatkan pada posisi yang sama seperti ayah saya dulu, sebagai operator produksi. Otomatis, banyak sekali ilmu yang didapat dan saya terapkan di lingkungan kerja baru. Sebuah pencapaian yang sangat tak terduga. Melenceng jauh dari perkiraan saya sebelumnya. Bersekolah dengan jurusan Ilmu Sosial, berkuliah dengan jurusan Sastra, namun menjalani pekerjaan di bidang mesin yang dipadukan dengan teknik. Perusahaan bonafide dengan sistem yang terstruktur rapi dan upah yang layak tersebut membuat saya merasa betah dan nyaman. Saya merasa diselamatkan oleh sang pembuat skenario kehidupan. Jadwal kerja yang tertata memicu saya untuk rajin dan tidak malas lagi. Sifat malas dan kenakalan remaja cukup menjadi bagian dari masa lalu, gejolak kawula muda. Perlahan saya mulai kenyang akan hal-hal buruk tersebut dan selalu memperbaikinya untuk menjadi sesorang yang lebih baik. Senang bisa membuat orang tua, keluarga, dan orang-orang terdekat saya kembali tersenyum. Kepercayaan dan dukungan dari mereka kembali hadir dan tidak akan pernah saya sia-siakan lagi. Di sinilah saya mulai menemukan jati diri, merasa menjadi manusia yang baru.

Penyesalan memang selalu datang menyusul. Banyak sekali penyesalan yang masih mengganjal seperti, mengapa tidak dari dulu saya memilih untuk bekerja? Mengapa saya menyia-nyiakan kesempatan kuliah di saat banyak pihak di luar sana ingin berkuliah tapi tidak mampu untuk mewujudkannya? Durasi menuntut ilmu yang hanya 5-6 jam per hari saja malas, mengantuk, dan seenaknya sendiri ternyata bukan apa-apa bila dibandingkan bekerja seperti sekarang ini dengan durasi 8-10 jam per hari dan tak punya kesempatan untuk bersantai-santai. Dan yang paling jelas, berapa banyak hutang saya terhadap orang tua atas segala sesuatu yang telah saya hambur-hamburkan? Penyesalan-penyesalan tersebut terhimpun menjadi sebuah pukulan yang sangat kuat untuk membuat tubuh ini jatuh tersungkur. Mati? Tidak, saya memilih bangkit. Sebelum terlambat, selagi masih ada kesempatan untuk kembali berdiri tegak. Jatuh, belajar dan berusaa untuk bangun, berdiri, dan jangan sampai jatuh lagi. Yes, I had several wasted years, but not a wasted life. Ya, saya punya tahun-tahun yang terbuang, tapi saya tidak hidup dengan sia-sia begitu saja.

Thursday, March 28, 2013

Miserable Man, The Asian Busking Tour 2012/2013 - Solo, Indonesia

Seorang "pengamen" mampu berkeliling dunia. Dialah Filippo alias Peepu Maze, atau lebih dikenal dengan nama panggung Miserable Man. Seorang pria kelahiran Vicenza, Italia yang dalam beberapa tahun terakhir ini berdomisili di Norwich, Inggris. Peepu adalah musisi serba bisa. Ska, Reggae, dan Popsteady, begitu ia menyebut musik yang ia mainkan. Berkarir sebagai one man band di Miserable Man, ia biasa mengamen di sudut-sudut kota dan tempat-tempat umum di Inggris. Bermodalkan gitar, amplifier, dan microphone,  serta mouth-trumpet (suara trumpet yang ia keluarkan dengan mulutnya sendiri) sambil menunggu orang-orang lewat dan menyaksikan aksinya sembari menjatuhkan koin ke dalam hardcase gitar yang ia letakkan di dekatnya. Tak lupa ia menjajakan CD lagu-lagunya yang juga ia letakkan di dalam hardcase. Lagu-lagu ciptaannya dikerjakan berdua dengan seorang kawan penabuh drum dari Italia. Sedangkan Peepu mengisi seluruh bagian lainnya mulai dari vokal, gitar, bass, keyboard, tak lupa mouth-trumpet yang menjadi ciri khasnya. Selain mengamen, Peepu AKA Miserable Man juga kerap mengisi acara-acara seperti pernikahan, undangan, dan di cafe-cafe. Bukan hanya musik yang ia gunakan sebagai ladang untuk menghasilkan uang, ada kalanya ia juga memasak untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Bagaimana Ia Bisa Sampai di Solo, Indonesia?
Semua berawal sejak Natal tahun 2012 lalu. Ketika seorang kawan bernama Dhimas (vokalis dari salah satu band Ska kota Solo, R Slide) sedang browsing tentang musik-musik Jamaika yang bertemakan Natal di Youtube. Ditemukanlah salah satu lagu Miserable Man yang berjudul Rocksteady Xmas. Merasa tertarik, Dhimas membuka channel Youtube yang bersangkutan, yaitu miserablemanmusic. Ditemukan lagi banyak video dari Miserable Man, mulai dari video klip, cover songs, hingga aksi-aksinya ketika mengamen. Selang beberapa hari, Dhimas menceritakan pengalaman browsing-nya tersebut kepada teman-teman termasuk saya. Langsung terbesit di benak saya, barangkali orang ini (Miserable Man) adalah perpaduan antara Chris Murray dan The Dualers. Segera saya cari page Miserable Man di Facebook. Ketemu, dan ditemukan pula beberapa link tentang dirinya selain Youtube dan Facebook. Simak-menyimak, didapatlah info kalau Miserable Man ini ternyata sedang tour di Asia. Ia menyebutnya The Asian Busking Tour 2012/2013. Sebuah perjalanan jauh yang ditempuh seorang diri. Berangkat dari Inggris sejak akhir bulan Oktober 2012 lalu, Peepu AKA Miserable Man sudah menginjakkan kaki di beberapa negara di Asia Tenggara seperti Malaysia, Thailand, dan Kamboja. Sebelum tour-nya tersebut, beberapa tahun lalu Peepu juga pernah mengunjungi India, bahkan Indonesia, lebih tepatnya di Bali dan Jogja. Dari seluruh perjalanannya tersebut, di Kualalumpur, Malaysia-lah ia lebih lama tinggal. Menyewa losmen, mengamen bersama para pengamen lokal, dan bermain secara regular di cafe-cafe. Selebihnya, ia hanya berjalan-jalan menikmati keberagaman yang ada di belahan bumi Asia Tenggara.
Merasa tertarik dan berangan-angan barangkali suatu hari ia mampir ke Indonesia, iseng-iseng saya menulis di wall Facebook Miserable Man. Sekedar menanyakan, apakah ia masih dalam tour-nya di Asia. Dengan Rendah hati, ia pun membalas pertanyaan saya, bahwa ia sedang berada di Malaysia, dan akan mengunjungi Indonesia antara bulan Februari-April 2013. Tak cukup hanya di fan-page, akun Facebook personal Miserable Man yang bernama Peepu Maze pun langsung menambahkan saya sebagai teman. Berkenalan, sekaligus keep in touch melalui pesan. Ia berkata bahwa akan mengunjungi Indonesia, lebih tepatnya Jogja dan Bali, tempat yang pernah ia kunjungi sebelumnya. Mengetahui saya berasal dari kota Solo, ia pun mencantumkan Solo di daftar tempat yang akan ia kunjungi dalam rangka The Asian Busking Tour 2012/2013.
Bulan Februari 2013, tepatnya tanggal 24, adalah hari dimana kami Rudebois Ska Foundation (sebuah komunitas penikmat musik Jamaika dari kota Solo) melangsungkan sebuah gig yang bertajuk Ska Duka Bersama #3. Gig tersebut menampilkan seluruh band Ska asal kota Solo dan melibatkan beberapa kawan dari luar kota seperti Salatiga, Semarang, dan Malang. Di gig itulah, kami berencana akan membawa Miserable Man bergabung. Peepu AKA Miserable Man (MM) juga sudah sepakat, namun ia masih berusaha menyesuaikan tanggal supaya tepat waktu ketika sampai di Solo. Karena pada saat itu ia masih punya jadwal manggung di Malaysia, mengurus visa, penerbangan, dan lain-lain. Belum ada kepastian, kami Rudebois Ska Foundation (RSF) belum berani mencantumkan nama Miserable Man di flyer acara Ska Duka Bersama #3. Hingga  kami mendapat kabar menjelang hari H, bahwa MM akan berangkat hari Minggu pagi, tepat di tanggal 24 dari Malaysia, dan akan turun di Jogja pukul 2 siang. Dari jadwal tersebut, bisa diperkirakan bahwa MM sampai di Solo sore hari. Mengingat gig Ska Duka Bersama hanya berlangsung sampai pukul 5 sore, maka kemungkinan Miserable Man ikut meramaikan gig tersebut sangatlah kecil. Akhirnya, sampai gig Ska Duka Bersama #3 selesai dan berjalan lancar, Miserable Man belum juga datang. Pasca gig Ska Duka Bersama #3, kembali saya mengontak Peepu di Facebook, ternyata ia kelelahan dan tidak bisa hadir di gig kami. Tetapi, ia akan tetap datang ke kota kami, Solo, dalam beberapa hari ke depan.

Miserable Man di Solo
Akhirnya ia datang! Setelah 3 hari menginap di Jogja dengan menyewa losmen di daerah Sosrowijayan, hari Rabu tanggal 27 Februari 2013 adalah hari ketika ia pertama kali menginjakkan kaki di Solo. Sore hari sekitar pukul 3, Peepu yang sebelumnya sudah mencatat nomor ponsel saya, tiba-tiba menelfon ketika saya masih berada di tempat kerja. Ia mengabarkan bahwa sudah berada di Solo, turun di Stasiun Balapan setelah menumpang kereta Prameks, dan sedang berada di kafetaria sebuah hotel di dekat Stasiun Balapan, untuk sekedar minum dan memanfaatkan fasilitas wi-fi sambil menunggu saya menjemput. Sepulang kerja, saya bersiap-siap, dan bergegas menjemput Peepu sekitar pukul 7 malam dengan mengajak beberapa teman. Karena Peepu berkata, "Saya lapar." maka, tujuan selanjutnya adalah makan malam. Kami langsung turun di warung nasi kare yang bertempat di pojokan perempatan Ngapeman, kami biasa menyebutnya Ngapeman Corner (NC). Peepu yang tidak memakan daging, tetapi masih mau mengkonsumsi ikan, menyantap sepiring nasi kare tanpa ayam, beberapa gorengan, dan es teh sebagai minumannya. Usai makan, satu per-satu teman-teman kami datang dan mulai berkenalan dengan Peepu. Kami mengobrol satu sama lain. Bicara tentang musik Ska dan sub-genre-nya, Peepu mengaku lebih menyukai musik-musik asli yang sesuai roots-nya, daripada musik fusion semacam Ska era 2-Tone bahkan Ska Punk/Core. Saya, dengan kemampuan berbahasa Inggris yang pas-pasan, selalu mencoba menjadi penerjemah di antara teman-teman ketika berdialog. Tak lupa, satu elemen utama yang mengalir dalam diri kami, bahasa universal sebagai pemersatu umat manusia, apa lagi kalau bukan musik? Dengan dua buah gitar akustik, kami mainkan hits-hits Jamaika terdahulu di citywalk tempat kami makan secara lesehan. Di tengah-tengah sesi street jamming tersebut, kami langsung berencana mengagendakan sebuah gig untuk Miserable Man, yang sebelumnya meleset dari rencana di gig Ska Duka Bersama #3.
Hujan sempat mengguyur secara tiba-tiba di lokasi kami berada malam itu. Kami pun menepi ke emperan toko yang sudah tutup. Masih mendendangkan lagu-lagu Ska/Rocksteady/Reggae untuk menjalin kebersamaan di antara kami. Dari apa yang kami lakukan malam itu, secara spontan tercipta satu lagu baru dari Miserable Man yang berjudul People Of Solo. Menceritakan tentang pengalamannya ketika menginjakkan kaki di Solo. Kata solo dalam Bahasa Italia berarti sendiri, atau alone dalam Bahasa Inggris. Meskipun Peepu berkeliling dunia sendirian, namun ia tidak merasa kesepian karena bertemu dengan orang-orang seperti kami, the People Of Solo!
Waktu sudah hampir tengah malam, saatnya bergerak dari Ngapeman. Di malam pertama itu, Peepu akan menginap di kediaman teman kami yang bernama Rio, karena kondisi yang kurang memungkinkan untuk mencari penginapan, mengingat waktu sudah tengah malam. Sebelum menuju ke rumah Rio, kami semua sempat mampir di Ngarsopuro. Sebuah tempat berupa jalan, taman, dan pasar barang antik yang berlokasi tepat di depan pintu gerbang Kraton Mangkunegaran. Tak lama di Ngarsopuro, kami segera bergegas menuju rumah Rio. Meletakkan barang-barang, dan segera beristirahat. Tapi, seperti yang telah direncanakan sebelumnya, sesampainya di rumah Rio, kami kembali berbincang mengenai banyak hal. Antara lain, tentang bahasa, gaya hidup, sepakbola, dan tentunya musik. Intinya, kami saling berbagi pengetahuan tentang keberagaman yang ada di dunia, khususnya dari ketiga negara. Kami dari Indonesia, dan Peepu yang berasal dari Italia dan menetap di Inggris.
Keasyikan mengobrol, tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi, saatnya memejamkan mata setelah melalui hari yang panjang dan melelahkan. Bangun di pagi hari, saya segera pulang ke rumah, bersiap diri karena harus kembali bekerja. Teman-teman yang mempunyai waktu luang tetap bertugas menjadi guide untuk menemani Peepu. Di siang hari, Rio, Peepu, dan teman-teman menanyakan losmen yang cocok untuk disewa. Mereka bertanya kepada Megan, tetangga sebelah Rio yang juga seorang perantau. Ia berasal dari Los Angeles, California, Amerika Serikat. Megan adalah seorang perempuan yang sedang menuntut ilmu dalam bidang kesenian di Solo, sekaligus berprofesi sebagai sinden. Ia merekomendasikan sebuah losmen yang bernama Paradiso Guesthouse. Sebuah rumah inap di daerah Kemlayan yang letaknya terpencil di antara gang sempit di tengah ramainya kota Solo. Peepu menyewa satu kamar untuk beberapa hari ke depan.
Hari-hari kami lalui dengan seorang teman baru yang kedatangannya sangat tak terduga. Kami sangat senang dan berterima kasih, bisa mengenal orang seperti Peepu. Saya dan teman-teman secara bergiliran menemani Peepu selama kunjungannya di Solo. Menyesuaikan jadwal kami masing-masing, yang masih disibukkan dengan pekerjaan dan pendidikan. Peepu sangat senang, menurutnya kami melayani dia seperti raja. Karena kami selalu siap sedia mengantar dan menemani Peepu kapanpun dan dimanapun. Di waktu luang, kami biasa nongkrong di Pose Breakstuff Space, sebuah tempat yang menyediakan menu minuman berupa kopi dan cokelat, sekaligus fasilitas wi-fi. Koneksi internet seakan menjadi barang berharga bagi Peepu. Ia adalah seorang yang hobi menjelajah internet. Bermodalkan laptop, itulah satu-satunya alat komunikasi yang ia gunakan, karena selama tour ia tidak membawa ponsel ataupun alat komunikasi lainnya. Menuliskan tour-report, meng-upload foto-foto yang ia ambil selama tour, memberikan informasi terkini tentang Miserable Man, adalah hal-hal yang biasa ia lakukan setiap harinya. Dan juga merekam materi-materi lagu untuk proyek terbarunya yang diberi nama Afronesia. Sebuah album yang terinspirasi oleh keindahan negara-negara Asia dipadu dengan musik kulit hitam.
Saya dan teman-teman RSF juga akan segera merealisasikan rencana tentang gig Miserable Man di Solo. Yang akan kami beri judul Jamaican Accoustic Night with Miserable Man. Kami memberikan opsi waktu antara hari Sabtu, 2 Maret 2013 atau Minggu, 3 Maret 2013. Peepu memilih hari Sabtu, malam hari. Untuk tempat, kami memilih CS Coffee Shop, sebuah warung kopi di daerah Mendungan, Pabelan (Depan SMA Negeri 2 Sukoharjo) yang biasa digunakan untuk akustik performance, stand up comedy, dan tempat berkumpulnya berbagai kalangan. Untuk peralatan dan soundsystem, kami meminjam dari teman-teman dan menyewa dari studio dengan dana seadanya, uang sisa acara Ska Duka Bersama #3 plus dana kolektif perorangan.
Tidak cukup jamming on the street, kami bersama Peepu juga jamming di studio. Menyewa studio dengan durasi satu jam, cukup bagi kami untuk memainkan musik-musik Jamaika. Peepu bermain gitar dan bernyanyi seperti biasanya. Tak hanya itu, ia juga bermain bass, serta mengambil foto dan video di dalam studio. Setelah dari studio, kami lanjutkan lagi street jamming di kawasan Pasar Gede, dengan gemerlap lampion-lampion yang menghiasi suasana malam, karena waktu itu masih dalam suasana Imlek.

Jamaican Accoustic Night with Miserable Man
Sabtu , 2 Maret 2013, sesuai rencana adalah hari dilangsungkannya gig dari kami teman-teman Rudebois Ska Foundation, Jamaican Accoustic Night with Miserable Man di CS Coffee Shop, Mendungan, Pabelan. Sebuah gig yang serba dadakan, hanya dipersiapkan dalam hitungan hari, dan menjadi gig pertama Miserable Man di Indonesia. Sejak Sabtu sore teman-teman RSF sudah mempersiapkan gig tersebut. Menyusun peralatan musik beserta soundsystem yang telah dipinjam dan disewa, kami konsep secara semi-akustik. Tepat pukul 7 malam, semuanya sudah siap. Langsung saja acara dibuka dengan penampilan Surakarta Allstars. Begitulah kami menyebutnya, hanyalah penampilan kolaborasi dari kami teman-teman RSF, dengan sukarela jamming di panggung sederhana dengan peralatan yang seadanya. Saya juga ambil bagian dengan menyanyikan beberapa lagu.
Usai bernyanyi, panggung masih diisi penampilan dari teman-teman. Jam-session dari teman-teman Rudebois Ska Foundation diakhiri sekitar pukul setengah 9 malam. Berikutnya, giliran Peepu naik ke panggung. Dua buah lagu ia bawakan secara sendiri, bernyanyi diiringi gitar akustik yang ia bawa selama tour dan menginjak tamborine kecil yang dikaitkan pada kakinya. Memasuki lagu ketiga, yaitu lagu cover dari Radiohead yang berjudul Creep, Miserable Man mengajak dua orang untuk naik ke atas panggung, sebagai backing-band-nya. Yang berkesempatan malam itu adalah Alfian AKA Ateng pada posisi drum, dan Riswan AKA Black pada bass. Seterusnya sampai lagu terakhir, mereka mengiringi Miserable Man membawakan lagu-lagu andalannya. Pada awalnya, audience sekaligus pengunjung CS Coffeeshop hanya duduk manis menikmati penampilan Miserable Man. Memasuki lagu Creep itulah awal para penonton menjadi lebih apresiatif. Sedikit demi sedikit mereka berdiri, maju ke depan, bernyanyi bersama, dan skankin pun tak tertahankan. Lagu baru dari Miserable Man yang diciptakan ketika ia baru saja menginjakkan kaki di Solo pun ia bawakan di tengah-tengah penampilannya, People Of Solo. Otomatis, kami orang-orang Solo pun merasa bangga dan dengan senang hati bernyanyi dan berdansa bersama. Saya juga ikut bernyanyi ketika membawakan lagu dari Alton Ellis - Rocksteady. Belasan lagu telah dibawakan selama kurang lebih satu jam lamanya. Lagu-lagu karya Miserable Man sendiri ditambah beberapa lagu-lagu cover dari hits-hits Jamaika terdahulu, termasuk beberapa masterpiece dari Robert Nesta Marley yang berhasil dibawakan Miserable Man dengan gayanya sendiri.
Penampilan Miserable Man diakhiri tanpa banyak basa-basi, berpamitan dengan penonton lalu turun panggung dan menuju ke kamar mandi untuk berganti pakaian, ia terlihat kegerahan. Lalu Peepu mengajak saya keluar untuk mencari makan. Ada pertanyaan yang muncul dari saya, mengapa ia tidak memilih makan di lokasi acara? Peepu mengaku merasa pengap dan sesak nafas karena padatnya pengunjung dan ditambah kepulan asap rokok yang memenuhi venue. Itu yang membuatnya meninggalkan panggung tanpa banyak bicara dan mengajak makan di luar sekaligus mencari udara segar. Menurutnya, satu hal yang kurang ia sukai selama di Indonesia adalah perihal rokok. Banyak orang yang merokok secara seenaknya tanpa memperhatikan orang disekitarnya. Dan peraturan yang mengatur para perokok seperti di tempat-tempat umum misalnya, juga kurang ketat seperti di negara-negara lain. Saya, Dhimas, dan Wedha (kakak dari Dhimas) keluar menemani Peepu makan. Tak lama, kami langsung kembali lagi ke CS Coffee Shop. Teman-teman Surakarta Allstars ternyata masih bermain mengisi panggung yang kosong. Sekitar hampir pukul 11 malam, acara selesai. Kami berberes-beres ria, melunasi uang sewa soundsystem dari studio, berfoto bersama, berpamitan, dan berterima kasih dengan pihak CS Coffee Shop yang telah bersedia menyediakan tempat bagi kami. Tak lupa Peepu kami beri beberapa keping CD kompilasi berisi lagu-lagu dari band-band Ska asal kota Solo yang tadinya juga kami bagikan secara cuma-cuma sebagai bonus atas pembelian tiket gig Ska Duka Bersma #3 sepekan sebelumnya.

Late Night Street Jam
Tujuan selanjutnya adalah kembali ke lampion-lampion di kawasan Pasar Gede. Tiba di Pasar Gede, kami berdiri di tepi jembatan yang berada di atas sungai kecil. Mengambil foto dan video, dan lagi-lagi kami melakukan street jam untuk ke sekian kalinya. Merasa lelah, hampir pukul 1 dini hari Peepu mengajak saya untuk pulang kembali ke losmen. Sementara teman-teman masih berada di Pasar Gede, Peepu saya boncengkan menuju losmen, saya juga langsung pulang karena esok paginya masih harus bekerja.

Hari-Hari Terakhir di Solo
Tak terasa sudah hari Minggu, hari ke 5 Peepu berada di Solo, alias hari terakhirnya di kota kami. Terakhir dalam artian besok hari Senin ia sudah harus bertolak menuju Banyuwangi sebelum menyeberang ke tujuannya selanjutnya, yaitu Bali dan Gili (pulau kecil yang terletak di antara Bali dengan Lombok, tempat pertama kali muncul ide untuk membuat sebuah proyek yang diberi nama Miserable Man beberapa tahun silam). Tiket kereta Sri Tanjung tujuan Banyuwangi didiapat hari Minggu siang, teman-teman dengan senang hati mengantar Peepu ke stasiun untuk membeli tiket. Jadwal keberangkatannya adalah Senin pagi pukul 08.40 WIB. Minggu malam sepulang bekerja, saya kembali menyusul Peepu dan teman-teman yang sedang nongkrong di Pose. Malam itu ia sempat berkata demikian, "Sebuah pengalaman yang hebat bisa bermain bersama orang-orang Solo. Kalian adalah musisi yang memiliki talenta, rendah hati, dan bersemangat yang pernah saya kenal. Sambutan dan dukungannya juga sangat luar biasa. Saya juga telah menciptakan lagu tentang orang-orang Solo, yang berjudul People Of Solo. Dan saya akan merekam lagu baru tersebut secepatnya."
Keakraban dari kami semakin terjalin dengan erat. Sepertinya sudah tak ada lagi perbedaan yang memisahkan antara kami dengan bule penggemar nasi sayur dan tahu tempe tersebut. Perbedaan yang mencolok seperti fisik, suku bangsa, dan bahasa bukan menjadi masalah yang menghalangi kami. Peepu seakan-akan sudah menjadi bagian dari kami, anak-anak Solo. Bulan April ia sudah harus kembali ke Malaysia karena masih menyisakan beberapa jadwal mengisi acara di cafe-cafe. Menengok jadwal Miserable Man di situsnya, ternyata ia sudah memiliki jadwal manggung sampai bulan Agustus 2013 pada bermacam-macam acara di Inggris.
Senin pagi tiba, pukul 6 pagi saya sudah bangun, mandi, dan bersiap-siap untuk mengantar Peepu menuju Stasiun Jebres, tempat berangkatnya kereta api tujuan Banyuwangi. Tepat pukul 7 saya sampai di Paradiso Guesthouse, losmen tempat Peepu menginap. Peepu yang masih tertidur dibangunkan oleh pemilik losmen, sementara saya duduk di lobi sambil menunggunya bersiap-siap. Dengan mata sembab karena kurang tidur, ia datang dengan membawa semua barang-barangnya, satu backpack dan softcase berisi gitar akustik. Sesuai janji di hari sebelumnya, Peepu tak lupa memberi saya sebuah CD albumnya dan kartu nama sebagai kenang-kenangan. Kami menyempatkan diri untuk menikmati kopi panas yang dipesan di losmen sebelum menuju stasiun. Pukul 8 pagi, kami berdua segera turun ke sibuknya lalu lintas kota Solo dan meluncur ke Stasiun Jebres. Sampai di stasiun, beberapa teman-teman yang lain juga sudah hadir untuk ikut melepas keberangkatan Peepu. Padat sekali suasana stasiun pagi itu. Sambil menunggu kereta datang, Peepu membeli air mineral, nasi bungkus, dan tak lupa tahu tempe favoritnya untuk sarapan. Sekitar 15 menit sebelum jam kedatangan kereta, Peepu berpamitan untuk segera masuk ke peron. Kami saling bejabat erat dan berpelukan satu sama lain. Dengan senyum dan tawanya ia melambaikan tangan sambil berdiri di tengah antrian. Usai sudah petualangan Peepu di Solo dalam rangka Asian Busking Tour. Semoga ia selalu ingat dengan kota kecil ini, dan tentunya kami para pemuda penikmat musik Jamaika. Pasti akan ada lagi kesempatan untuk berjumpa di antara kami, entah kapan dan di mana. Have a safe trip, my friend! Ciao!

Berikut adalah beberapa link dari Miserable Man yang bisa dikunjungi,
Email : miserablemanmusic@gmail.com

Friday, July 13, 2012

Muchas Gracias, Supeltas!

"Muchas Gracias" adalah ucapan yang biasa digunakan untuk berterima kasih dalam Bahasa Spanyol, sama artinya dengan "Thank You So Much" dalam Bahasa Inggris atau "Terima Kasih Banyak" dalam Bahasa Indonesia.

Saya sebagai warga kota Solo sangat berterima kasih dengan keberadaan Supeltas. Mereka biasa memakai rompi hijau menyala, membawa peluit, dan mengatur lalu lintas, tetapi mereka bukanlah Polisi. Lalu siapakah Supeltas? Kepanjangan dari Supeltas adalah Sukarelawan Pengatur Lalu Lintas. Sudah jelas apa tugas dari Supeltas, yaitu sebagai sukarelawan yang mengatur lalu lintas di beberapa ruas jalan tanpa rambu maupun lampu lalu lintas, dimana pada titik tersebut biasa terjadi kemacetan bahkan kecelakaan. Seperti yang sering dijumpai di daerah perempatan Coyudan, bundaran Baron, bundaran Purwosari, Lawang Gapit sebelah barat, dan masih banyak lagi.
Tidak bisa dipungkiri, Supeltas memang sebuah evolusi dari  Pak Ogah atau Polisi Cepek yang dibina oleh kepolisian. Tugas mereka pun juga membantu Polantas. Tetapi apa yang terjadi? Menurut saya kinerja Supeltas malah lebih nyata, lebih hebat mengalahkan para Polisi yang sebenarnya. Pihak kepolisian sudah seharusnya merasa malu. Yang saya lihat berdasarkan apa yang terjadi di sekitar, ada oknum-oknum Polantas (Polisi Lalu Lintas) yang seringkali hanya duduk manis di pos perempatan jalan raya sembari memantau jalanan untuk mencari-cari kesalahan dari para pengguna jalan, lalu secara halus memalak dengan dalih memberikan tilang. Memang, menertibkan pengguna jalan merupakan salah satu tugas mereka, sayangnya banyak oknum Polantas yang menerapkan praktek "damai di tempat", membebaskan si pengguna jalan yang kena tilang namun diharuskan membayar denda, lebih tepatnya saya sebut "uang damai" yang akhirnya masuk ke kantong Polisi itu sendiri. Berbeda dengan para Supeltas yang dengan sukarela turun berpanas-panas di jalanan hingga berpeluh. Bekerja secara ikhlas tanpa perlu meminta-minta dan hanya menerima uang sukarela sebagai tanda terima kasih dari para pengguna jalan. Mereka juga murah senyum dan rendah hati ketika mengatur lalu lintas.
Ke depannya, saya berharap keberadaan Supeltas di kota Solo ini mendapat perhatian lebih dari pemerintah atau dari pihak manapun. Syukur-syukur juga diberi penghargaan khusus atas jasa mereka sebagai sukarelawan pengatur lalu lintas. Muchas gracias, Supeltas!

Friday, May 4, 2012

Anarki Salah Kaprah

Tentu kalian pernah bahkan sering mendengar istilah "anarki" di berbagai media seperti televisi, surat kabar, majalah, radio, dan sebagainya. Anarki selalu diartikan sebagai kekerasan (violence/vandalism) terhadap suatu hal. Padahal, secara etimologi, kata anarki adalah sebuah kata serapan dari anarchy (Bahasa Inggris), anarchie (Belanda, Jerman, Perancis), dan anarchos/anarchia (Yunani). Ini merupakan kata bentukan a (tidak/tanpa/nihil) yang disisipi n dengan archos/archia (pemerintah/kekuasaan). Anarchos/anarchia = tanpa pemerintahan. Kata anarkis (anarchist) berarti orang yang mempercayai dan menganut anarki. Sedangkan anarkisme merupakan sebuah paham/ajaran/ideologi. Hakikat anarki secara garis besar antara lain :
1. Anarki adalah perindu kebebasan martabat individu dan menolak segala bentuk penindasan. Jika penindas itu kebetulan pemerintah, ia memilih masyarakat tanpa pemerintah. Jadi, anarki sejatinya merupakan bumi utopis yang dihuni individu-individu yang tidak mau memiliki pemerintahan dan menikmati kebebasan mutlak.
2. Konsekuensi butir pertama adalah, anarki lalu antihirarki. Sebab hirarki selalu berupa struktur organisasi dengan otoritas yang mendasari cara penguasaan yang menindas. Bukannya hirarki yang jadi target perlawanan, melainkan penindasan yang menjadi karakter dalam otoritas hirarki tersebut.
3. Anarkisme adalah paham hidup yang mencita-citakan sebuah kaum tanpa hirarki secara sospolekbud yang bisa hidup berdampingan secara damai dengan semua kaum lain dalam suatu sistem sosial. Ia memberi nilai tambah, sebab memaksimalkan kebebasan individual dan kesetaraan antar individu berdasarkan kerjasama sukarela antarindividu atau grup dalam masyarakat.
4. Tiga butir di atas adalah konsekuensi logis mereaksi fakta sejarah yang telah membuktikan, kemerdekaan tanpa persamaan cuma berarti kemerdekaan para penguasa, dan persamaan tanpa kemerdekaan cuma berarti perbudakan.
Sedangkan pengertian "anarki adalah kekerasan" sudah mengakar sampai ke berbagai elemen masyarakat Indonesia. Orang awam jika ditanya apa itu anarki pasti langsung mangartikannya sebagai kekerasan. Entah kapan pengertian tersebut dimulai. Entah siapa yang pertama kali membodohi publik dengan pengertian tersebut. Yang tercantum di atas hanya beberapa pengertian yang mendasar tentang anarki. Seiring dengan perkembangan, banyak sekali varian paham-paham tentang anarki. Jika kita mau mempelajarinya, kita bisa mencari buku-buku yang mengulas tentang paham-paham anarkisme dan segala sesuatu yang berhubungan dengannya, atau menelusur melalui internet yang saat ini sudah hampir semua orang mampu mengaksesnya.

Thursday, May 3, 2012

Filosofi Kecoa

Kita semua pasti tahu tentang salah satu hewan yang menjijikkan ini. Kecoa biasa kita jumpai hampir setiap hari, dimana saja kita berada. Di kamar mandi, sudut dapur, selokan, bahkan hewan ini suka nyasar dan kadang terbang memasuki kamar tempat kita tidur. Tetapi pada umumnya, kecoa hidup di tempat yang kotor, tersembunyi, dan susah dijangkau. Dengan bentuknya yang menjijikkan, kecoa mampu membuat sebagian besar orang merinding jika melihat apalagi sampai menyentuh baik sengaja ataupun tidak, bahkan ada orang yang sampai memiliki ketakutan secara berlebihan atau phobia terhadap hewan ini. Sehingga, kecoa menjadi salah satu hewan yang dijauhi dan dibenci umat manusia.
Dari semua ciri-ciri kecoa yang mayoritas negatif tadi, saya akan mengambil sebagian kecil sisi positif dari hewan yang dibenci manusia ini. Kita semua pasti sering terganggu dengan keberadaan kecoa. Pernahkah kalian melihat hewan ini dalam posisi terbalik/terjungkal? Pasti pernah, dalam posisi seperti ini, kecoa pasti akan berusaha dengan sangat amat keras untuk kembali membalikkan tubuhnya ke posisi normal agar mampu berjalan atau terbang seperti sedia kala. Bahkan saking jijiknya, ketika hendak mengusir, kita biasanya langsung mencoba untuk membunuhnya. Apa yang kita lakukan untuk mengusir kecoa selalu berlangsung secara tragis, entah menyemprotnya dengan racun serangga atau langsung menebasnya dengan suatu benda bahkan menginjaknya hingga gepeng dan hancur.
Berdasarkan pengamatan bodoh saya tentang berbagai macam sifat kecoa, saya langsung menghubungkan hal-hal tersebut dengan karakteristik kita sebagai umat manusia. Kecoa tidak pernah mempunyai niat untuk mengganggu manusia, mereka hanya menjalani hidup mereka sewajarnya. Begitu pula manusia, kadang kala apa saja yang kita lakukan, baik maupun buruk, sengaja maupun tidak, tanpa kita sadari mungkin ada orang lain yang tidak menyukainya, hingga mungkin membenci kita, bahkan menghancurkan kita. Masalah, beban, resiko, halangan, dan rintangan telah menjadi pendamping setia dalam kehidupan.
Kita boleh saja dibenci, kita boleh saja down, kita boleh saja mengalami depresi, kita boleh saja terjungkal dan terhempas keras. Tetapi, apakah semua hal tersebut kita diamkan begitu saja? Tidak! Kita harus meniru apa yang dilakukan oleh kecoa ketika mereka terbalik/terjungkal, mereka selalu berusaha keras untuk mencoba bangkit kembali, meskipun memiliki resiko yang menakutkan, yaitu kematian. Jika kita hanya diam dan tak mampu berjuang, semestinya kita malu terhadap makhluk yang selama ini kita anggap menjijikkan tersebut.